Selasa, 13 Oktober 2009

Gerakan Mahasiswa Di Tengah Kebuntuan Aspirasi


Belakangan ini berbagai aksi gerakan mahasiswa relatif mendapat sorotan yang tajam oleh sebagian besar publik, terutama sekali menyangkut upaya gerakan mahasiswa untuk merespon kebijakan pemerintah dalam menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) pada akhir bulan Mei 2008 yang lalu. Berbagai bentuk gerakan mahasiswa dilakukan di beberapa tempat baik pusat maupun di daerah dengan tujuan untuk menolak kebijakan pemerintah tersebut yang notabene dinilai oleh mahasiswa sebagai langkah yang tidak tepat di tengah penderitaan dan beban hidup yang cukup berat dihadapi oleh rakyat, terutama rakyat miskin.

Oleh karenanya mahasiswa sebagai bagian dari komponen sosial mencobamengambil peran dan menjalankan fungsinya kembali sebagai presure group untuk menyuarakan kepentingan dan hak rakyat agar pemerintah menghentikan kebijakan yang jelas-jelas tidak berpihak pada hajat hidup rakyat. Hanya saja upaya mahasiswa untuk menolak kebijakan pemerintah tersebut bermuara pada prilaku anarkhis pada tanggal 24 Juni 2008 di depan gedung DPR/MPR dan di kampus Atma Jaya Jakarta dengan melakukan perusakan terhadap beberapa fasilitas public atau fasilitas yang merepresentasikan wajah kekuasaan. Gerakan yang bermuara pada anarkhisme ini serta merta menarik banyak pihak untuk menuding dan menyalahkan gerakan mahasiswa semata-mata. Berbagai tudingan dan stigma yang bersifat negatif dengan mudah dilekat terhadap aksi-aksi mahasiswa. Pertanyaannya, begitu besar dan salahkah langkah mahasiswa tersebut ?



Kebuntuan Aspiratif



Dalam kerangka demokrasi, memang prilaku anarkhis merupakan satu kendala untuk melanjutkan proses demokrasi, karena anarkhisme menjadi penghalang bagi tumbuhnya tradisi dan legitimasi terhadap nilai-nilai demokrasi. Sementara upaya mewujudkan sustainable democracy (Demokrasi yang berkelanjutan) harus adanya legitimasi publik terhadap nilai-nilai demokrasi dan diikuti oleh prilaku rakyat dan elit yang kompromistis, toleran dan menerima perbedaan dalam bentuk sharing power sesuai dengan konstitusi yang berlaku (bukan dagang sapi). Legitimasi dalam konteks ini sebagaimana pandangan Larry Diamond dalam bukunya “Developing Democracy; Toward Consolidation” bukan sekedar sebuah komitmen normative ansich, melainkan juga harus diperlihatkan dan dirutinkan dalam bentuk prilaku. Atau meminjam istilahnya Danwart Rustow, sebuah “pembiasaan prilaku”, dimana norma-norma prosedur-prosedur, harapan-harapan tentang demokrasi menjadi sedemikian terinternalisasi, sehingga para aktor secara rutin, secara mekanis, mencocokkan diri dengan aturan permain demokrasi.



Akan tetapi jika harapan-harapan terhadap demokrasi gagal digejewantahkan serta langkah-langkah kompromistis antara elit dan massa tidak tumbuh dalam arena demokrasi tersebut, maka akan mudah mendorong terjadinya kebuntuan demokrasi yang mengakibatkan pada amukan maupun aksi-aksi massa yang bersifat anarkhis. Kebuntuan aspirasi rakyat dan massa yang terus meluas itulah yang jauh hari dikhawatirkan oleh banyak ahli sosial, sebab kondisi tersebut bisa menumbuhkan revolusi sosial, atau sekurang-kurangnya perluasan gejala tersebut bisa menimbulkan pembangkangan secara semu yang muncul dalam bentuk anarkhisme sosial.



Dalam konteks ini, gerakan anarkhisme yang dilakukan oleh mahasiswa dalam penolakan terhadap kebijakan pemerintahan SBY-JK dalam menaikkan harga BBM menurut hemat penulis merupakan implikasi dari kebuntuan aspirasi massa yang tidak mendapatkan jalan kompromi elit. Sebagaimana yang diketahui, bahwa penolakan mahasiswa dan rakyat terhadap kenaikan harga BBM ini sudah berlangsung dalam waktu yang lama termasuk ketika pemerintah menaikkan harga BBM di awal pemerintahannya. Aksi yang dilakukankan pada saat itu pun masih dalam koridor demokrasi dalam bentuk penyampaian aspirasi publik dengan menolak kebijakan tersebut. seperti demonstrasi secara tertib di titik-titik kekuasaan, mogok makan, dialog, dan audiensi. Hanya saja berbagai langkah dan upaya mahasiswa melakukan penolakan tersebut tidak ada jalan kompromi elit untuk memenuhi aspirasi publik tersebut. Bahkan yang yang terjadi adalah prilaku kekerasan oleh aparat kepolisian terhadap demontrasi mahasiswa sebagaimana yang terjadi di kampus UNAS (Universitas Nasional) Jakarta dan beberapa daerah lainnya.



Selain upaya kekerasan yang dilakukan oleh aparat kepolisian terhadap demontrasi mahasiswa, pemerintah seakan-akan dengan mudah untuk mematikan langkah gerakan massa dan melakukan pengalihan isu demi mengamankan kebijakan yang tidak populis tersebut. Misalnya untuk mematikan kritisisme publik terhadap kebijakan pemerintah tersebut, upaya melakukan kanalisasi terhadap kesadaran publik begitu kuat dilakukan melalui pemberian bantuan-bantuan langsung yang sebenarnya tidak memiliki korelasi yang kuat terhadap pengurangan kemiskinan dan beban hidup masyarakat pasca kenaikan BBM ini. Hal tersebut dilakukan semata-mata untuk mengamankan amukan dan frustasi massa atas kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM semata. Jadi BLT atau sejenisnya hanya sebagai obat penenang massa yang bersifat sementara demi memuluskan agenda pemerintah. Begitu pula halnya dengan pengalihan isu yang dilakukan, persis ketika mata publik terkonsentrasi membicara dan menolak kenaikan harga BBM, tiba-tiba perhatian publik dialihkan dengan isu-isu keagamaan seperti kasus Ahmadiyah, kekerasan antar kelompok keagamaan dan sebagainya. Tentu saja tujuan dari semua ini untuk menghentikan gerakan mahasiswa agar gerakan demontrasi atas kenaikan harga BBM ini tidak mendapat perhatian dan dukungan publik lagi.



Dalam ruang yang sepertilah menurut penulis bagaimana gerakan mahasiswa yang bersifat anarkhis itu muncul. Pertama, untuk membangunkan kembali kesadaran dan kritisme publik bahwa kenaikan harga BBM bukanlah solusi bagi perbaikan hidup rakyat. Kedua, sebagai sebuah counter issu atau isu tandingan yang diciptakan oleh berbagai pihak untuk menghentikan konsentrasi massa terhadap penolakan harga BBM. Ketiga, sebagai jalan dan ruang kompromi antara mahasiswa atau rakyat dengan elit-elit bangsa menyangkut harga BBM.



Jadi jika upaya-upaya massa maupun mahasiswa terbuka dan diakomodir oleh elit bangsa atau pemegang kebijakan, penulis tidak yakin jika gerakan anarkisme ini bisa tumbuh dan terjadi di dalam gerakan mahasiswa. Sebab mahasiswa adalah kelompok terdidik yang lebih mengedepankan nilai-nilai dan kekuatan moral (moral force) dalam melakukan gerakan-gerakannya. Hanya saja jika otoritarianisme dan kekerasan elit menjadi jalan untuk meneruskan kebijakan yang jelas-jelas jauh dari keinginan rakyat, maka prilaku anarkhis akan mudah tumbuh dengan sendirinya. Catatan ini sekaligus menyangsikan bahwa di balik aksi-aksi kekerasan mahasiswa tersebut ada dalang dan sebagainya. Sebab menurut penulis kebuntuan aspirasi bagi siapapun akan mudah menimbulkan gejolak yang cenderung anarkhis.



Oleh karenanya, anarkhisme gerakan mahasiswa tersebut harus bisa dilihat dalam kerangka yang obyektif dengan melihat konteks sosial politiknya serta melihat berbagai kausalitas yang menyebabkan terjadinya aksi-aksi yang seperti demikian. Karena selama ini aspek kekerasan selalu mudah dilihat dalam bentuk langsung, sementara jika bicara teori kekerasan, tidak hanya kekerasan yang berbentuk langsung, akan tetapi juga terdapat kekerasan yang bersifat tidak langsung, seperti kebijakan yang tidak berpihak pada hidup rakyat banyak, sehingga meningkatkan angka kemiskian, pengangguran serta warga yang kekuraangan gizi, merupakan bagian dari kekerasan tidak langsung. Nah, kalau yang demikian dilakukan melaui sebuah kebijakan dalam institusi negara, tentu saja obyek yang mendapat prilaku kekerasan tersebut sangat besar jumlahnya jika dibandingkan oleh sikap anarkhis mahasiswa tersebut. Hal ini tentu saja bukan membenarkan gerakan mahasiswa harus berprilaku anarkhis, namun ini sebuah perbandingan agar kita semua juga melihat dan menilai persoalan-persoalan sosial secara obyektif, sehingga tidak selalu dan mudah menyalahkan kelompok kecil dan lemah.

Minggu, 30 Agustus 2009

"MAHASISWA HARUS KRITIS"


Mahasiswa harus tetap kritis, peran mahasiswa dalam perjalanan bangsa Indonesia sangat besar dan penting, namun sebagian besar mahasiswa masih berpikiran sempit. Karena itu, mahasiswa harus mengubah pemikirannya yang sempit menjadi terbuka, kritis, dan memiliki empati terhadap masalah-masalah bangsa, jika tidak, bangsa Indonesia akan terus terpuruk. Peran mahasiswa sangat penting dalam era reformasi. Karena itu, mahasiswa harus mendorong diri mereka untuk tetap berpikir kritis, terbuka, dan menghargai pluralisme. Dengan demikian, mahasiswa mampu menjadi penjaga perjalanan bangsa Indonesia.

Salah satu penyebab keterpurukan bangsa Indonesia adalah belum adanya pemimpin yang mumpuni. Mungkin bangsa ini tengah mengalami demoralisasi. Karena itu, mahasiswa harus meningkatkan kualitas mereka sehingga mampu ikut andil dalam perjalanan bangsa ini.

Indonesia mempunyai masalah kepemimpinan yang serius. Kita bisa lihat dalam masyarakat hampir tidak ada kepercayaan lagi dalam terhadap segala macam pemimpin. Pengaruh korupsi moral terasa dalam rendahnya kadar kepemimpinan di semua level kehidupan bangsa. Padahal, tanpa kepemimpinan yang andal negara ini tidak akan pernah keluar dari kemelut.

Karena itu, mahasiswa dituntut mengembangkan sikap dan kemampuan agar mampu memberikan teladan bagi bangsa ini. Nasib bangsa Indonesia sangat tergantung dari apakah bangsa ini berhasil membangun kehidupan yang demokratis, pluralistik, dan benar-benar mewujudkan solidaritas sosial. Di sinilah peran dan tugas mahasiswa sangat besar untuk ikut mewujudkan Indonesia yang lebih baik.

Kemandirian dikatakan dalam lingkungan mahasiswa. Mahasiswa adalah generasi penerus yang akan berperan sebagai calon pemimpin bangsa. Diperlukan suatu sikap kemandirian, mampu mengembangkan diri sendiri, dan mampu memperjuangkan kepentingan masyarakat.

Mahasiswa mempunyai kepekaan dan antusiasme tinggi sebagai modal yang sangat baik untuk menampilkan mental kemandirian. Indonesia adalah negara dengan dimensi yang sangat kompleks. Karena itu, kontribusi mahasiswa sangat besar sebagai calon pemimpin masa depan untuk bersama-sama mencari solusi berbagai problematika bangsa. Tanggung jawab kita adalah menyelesaikan masalah-masalah tersebut dalam lingkup masing-masing sesuai dengan bidang yang ditekuninya.

Kata kemandirian bangsa baik di kalangan pengelola perguruan tingginya dengan otonomi kampus, kemandirian dosen-dosennya, maupun mahasiswanya yang di antara mereka akan menggantikan posisi-posisi pemimpin Indonesia masa depan

Karena itu, mahasiswa harus berjuang keras untuk maju dan memiliki visi untuk maju itu sendiri di kalangan mereka. Sikap mandiri itu juga akan menjadi landasan untuk menyelesaikan persoalan bangsa ini. Hidup Mahasiswa!

"ANTARA DUGEM DAN MAHASISWA"


Banyaknya mahasiswa yang mencari kesenangan malam di cafe dan diskotik, ternyata bukan isapan jempol belaka. Buktinya, fenomena yang biasa dikenal dengan Dugem (dunia gemerlap) tersebut menjadi kebiasaan rutin mahasiswa. Demikian dingkapkan Gilang Desti Parahita, penulis buku “Tuhan di Dunia Gemerlapku” yg sempat saya baca. Menurut cewek yang akrab dipanggil Desti ini, hasil penelitiannya menunjukkan 80 persen mahasiswa pernah memasuki tempat dugem. Bahkan, 70 persen diantaranya termasuk dalam penikmat dugem. Karena itu, dia mengaku prihatin melihat kondisi tersebut.

“Dalam penelitian itu, saya melakukan penelitian langsung terjun ke dunia germelap tersebut saya menemukan tiga tipe mahasiswa yang ada di tempat dugem. Pertama, mahasiswa yang dugem karena coba-coba, kedua karena telah terbiasa dan ketiga karena prestise. Dan, 70 persen dari mereka karena terbiasa dan prestise”. mahasiswa yang masih dalam kategori coba-coba belum bisa disebut sebagai penikmat dugem. Sebab, mereka belum menjadikannya sebagai kebutuhan yang harus dia penuhi. Namun, untuk mengarah ke level terbiasa atau prestise, kemungkinannya sangat besar.
“Kalau level terbiasa, biasanya sudah menjadikan dugem layaknya hobi yang sulit untuk ditinggalkan. Di tempat dugem tersebut dia sudah memiliki gank atau kelompok. Sedangkan, level prestise lebih banyak menjadikan dugem sebagai gaya hidup”

menilik realita dugem memang berawal dari rasa ingin tahu seseorg thd hal baru. dmana rasa penasaran dg tingkat yang cukup tinngi,beradu dengan opini2 negatif yg didapat dari masyarakat sekitar. ketika hal itu sudah menjadi rutinitas yang susah untuk ditinggalkan, sebenarnya banyak hal positif jg yg bisa kita dapatkan dari sana. pegaulan meluas, link bertambah, pengetahuan tntg life style dan music juga tumbuh disana. Tergantung individu bisa menempatkan diri,akan seperti apakah saya? bnyak hal yg dapat kita pelajari juga. Human-Characteristic, attitude, atau bahkan kepribadian seseorang juga akan semakin terbentuk dari sana. hal terberat adalah ketika itu tidak dapat dilihat dari segi pandang positif dan meluas, hanya bisa menghakimi menjadi musuh masyarakat sehingga seseorg yang berada disana menjadi suatu bagian yg kotor dan harus dijauhkan dari kehidupan yg seharusnya. Tapi inilah Fakta dari sebuah fenomena kehidupan kita,memang secara kasat mata dugem banyak hal negatif.

Kamis, 09 Juli 2009

Hasil Pilpres Jadi Motor IHSG


Jakarta - Hasil pemilu meski masih sementara sudah diketahui, yakni untuk kemenangan pasangan SBY-Boediono. Kepastian hasil pemilu itu diharapkan bisa menjadi 'bensin' yang memotori gerak IHSG pada hari ini.

IHSG pada perdagangan Kamis (9/7/2009) diprediksi bergerak menguat dengan dorongan sentimen positif hasil pilpres. Investor yang semula hanya menunggu-nunggu, kini siap untuk beraksi lagi.

Kemenangan pasangan incumbent lebih disukai oleh pasar karena diharapkan tidak akan terjadi banyak perubahan kebijakan. Pengamat ekonomi Tony Prasentiantono menyatakan, aliran modal asing akan kembali masuk setelah keluarnya hasil pilpres yang memenangkan pasangan SBY-Boediono ini.

Meski ada dorongan sentimen positif dari hasil pilpres, namun investor mendapatkan sentimen negatif dari pergerakan bursa-bursa regional yang melemah akibat merosotnya harga komoditas.

Harga minyak mentah dunia kemarin tercatat terus merosot. Kontrak utama minyak light pengiriman Agustus merosot 2,79 dolar ke level US$ 60,14 per barel. Minyak Brent juga merosot 2,80 dolar menjadi US$ 60,43 per barel.

Sementara saham-saham di Wall Street hanya bergerak terbatas. Pada perdagangan Rabu (8/7/2009), indeks Dow Jones industrial average (DJIA) ditutup naik tipis 14.81 poin (0,18%) ke level 8.178,41.

Bursa Tokyo juga kembali melanjutkan pelemahannya. Indeks Nikkei-225 membuka perdagangan Kamis ini dengan pelemahan hingga 78,42 poin (0,83%) ke level 9.342,33.

Berikut rekomendasi saham untuk hari ini:

Panin Sekuritas:

Stabilitas politik dalam negeri menjelang pilpres mendorong IHSG ditutup melonjak +2,37% pada 2.083,247. Kestabilan politik adalah salah satu kunci bagi foreign investor untuk masuk ke emerging market. Hal ini pula yang menjadikan IHSG menjadi salah satu best performing index di Asia sejak Maret silam. Dalam perdagangan kemarin investor terlihat mengantisipasi suksesnya pilpres besok, sebagaimana yg terjadi pada pemilu legislatif Maret lalu.

Secara teknikal, IHSG berhasil menembus level psikologis 2.050, tampaknya rally IHSG akan dapat berlanjut mengingat beberapa saham pendorong indeks tengah berada dalam fase rebound. Kisaran support-resistance 2.040-2.100.

Optima Securities:

Indeks berhasil rebound 2.3% kelevel 2.083 di dukung oleh sektor pertambangan dan properti setelah sebelum menjadi pemicu penurunan bursa. Adanya kepastian pemilu setelah sebelumnya sempat kisruh mengenai DPT membuat investor kembali mengakumulasi saham yang masih murah. Selanjutnya hasil pemilu akan menjadi fokus investor untuk menentukan arah investasi selanjutnya.

Indeks berpotensi menguat kembali apabila capres yang terpilih sesuai dengan ekspektasi pasar. IHSG bakal bergerak di level 2.010-2.100

sumber: Nurul Qomariyah - detikFinance

Kamis, 09 April 2009

BHP !! PEMBODOHAN TERSELUBUNG


Setelah terlaksananya perubahan beberapa perguruan tinggi negeri (PTN) menjadi badan hukum milik negara (BHMN), kini muncul rencana untuk melaksanakan hal yang sama di beberapa PTN lain. PTN yang telah berubah menjadi BHMN tersebut adalah UI, ITB, UGM, IPB, UPI, USU dan Unair. BHP (Badan Hukum Pendidikan) merupakan perluasan dari status BHMN yang nantinya akan diterapkan pada PT lainnya, bahkan pada pendidikan dasar dan menengah.

Tujuan dari perubahan status PTN tersebut atau lebih sering disebut dengan otonomi kampus adalah untuk memberikan wewenang secara mandiri dalam pengelolaannya. Kampus diberikan kreativitas sebesar-besarnya untuk mencari sumber pendanaannya. Di antara bentuk kreativitas yang dimaksud adalah kreativitas dalam mengembangkan kompetensi kampus sebagai basis riset sehingga dapat menghasilkan banyak paten, serta income generating technology.

Akan tetapi, sejak pelaksanaan otonomi kampus pada tahun 1999, di beberapa PT-BHMN terjadi kenaikan biaya pendidikan, bahkan sampai tiga kali lipat. Selanjutnya, ada trend di beberapa PTN/universitas tersebut menerima mahasiswa baru dengan jalur khusus yang disertai dengan biaya khusus, hingga 60 jutaan. Sedangkan untuk program regular juga mengalami kenaikan yang signifikan, yaitu hingga 25 juta. Dengan demikian, otonomi kampus nampaknya lebih cenderung pada bentuk komersialisasi pendidikan.

Paradigma Baru Pendidikan Tinggi

Otonomi kampus dilatarbelakangi oleh krisis yang dialami oleh negara ini, diantaranya menyebabkan negara kesulitan dalam memenuhi anggaran belanja negara di bidang pendidikan. Hal ini tentu saja akan mempengaruhi penyelenggaraan pendidikan di Indonesia. Di lain pihak, globalisasi menuntut adanya kompetisi, transparansi dan aturan sesuai sistem pasar.

Pendidikan kemungkinan adalah vaksin terbaik dan satu-satunya untuk melawan dampak terburuk yang diakibatkan oleh globalisasi. Oleh karena itu perlu restrukturisasi pendidikan, yaitu akuntabel terhadap publik, efisiensinya tinggi, kualitas dan relevansi output, manajemen internal yang transparan dan sesuai standar mutu, serta responsif dan adaptif terhadap perubahan. Sejalan dengan konsep tersebut, maka pendidikan tidak sepenuhnya menjadi tanggungan negara (lagi) tetapi dari dana masyarakat, sehingga mereka memiliki hak untuk mengawasi kinerja universitas. Selanjutnya, dikenal lima pilar paradigma baru dalam pengelolaan pendidikan tinggi, yaitu mutu, otonomi, akuntabilitas, akreditasi dan evaluasi.

Otonomi kampus, diantaranya dengan kebebasan finansial juga dimaksudkan untuk menciptakan independensi kampus. Sehingga universitas sebagai moral force dapat menjalankan perannya untuk mendukung pembangunan nasional. Demikian menurut Dirjen Pendidikan Tinggi, Satryo Soemantri Brodjonegoro, dalam makalahnya Higher Education Reform in Indonesia.

Untuk mengimplementasikan paradigma baru tersebut, pemerintah mendorong otonomi kampus. Tahap awal dari proses otonomi kampus tersebut adalah perubahan struktur organisasi dan demokratisasi kampus. Pada struktur yang baru tersebut, universitas tidak lagi bertanggung jawab secara langsung kepada menteri (DIKNAS) tetapi pada Majelis Wali Amanat (MWA), sebagai stakeholders dari universitas yang terdiri dari unsur pemerintah, senat akademik, dosen, mahasiswa dan masyarakat. Tahun 2000, otonomi kampus di Indonesia ini juga telah menjadi kajian dalam disertasi Eric Beerkens, pakar kebijakan pendidikan tinggi Belanda yang saat itu sebagai kandidat doktor pada University of Twente, Belanda.

Dampak Privatisasi Pendidikan

Pendidikan merupakan hak setiap warganegara. Oleh karena itu, negaralah yang seharusnya mengelola bidang pendidikan, baik pembiayaan maupun kurikulumnya. Karena, baik/buruknya pendidikan akan berdampak langsung bagi baik/buruknya suatu negara. Paradigma baru dalam bidang pendidikan tersebut, seperti sebuah gagasan yang mulia. Akan tetapi, dampak yang nampak saat ini adalah privatisasi dan komersialisai pendidikan.

Privatisasi pendidikan tentu saja akan melepaskan negara dari tanggung jawabnya untuk memenuhi kebutuhan dasar warganegaranya akan pendidikan. Dampak yang akan langsung terlihat adalah berkurangnya subsidi pendidikan, sehingga biaya pendidikan akan semakin mahal. Dengan kondisi ini, maka tidak menutup kemungkinan pendidikan (tinggi) hanya akan menjadi sebuah khayalan bagi sebagian besar warganegara negeri ini sebagaimana di jaman kolonial Belanda dulu. Akibatnya, persentase rakyat yang bodoh semakin tinggi.

Konsep subsidi silang dalam dunia pendidikan, yaitu pemberian beasiswa bagi golongan tidak mampu yang diambil dari biaya pendidikan dari golongan kaya, menurut penulis tidak akan efektif. Hal ini karena jumlah golongan tidak mampu lebih banyak daripada golongan mampu. Disamping itu juga harus diperhatikan dampak psikis yang mungkin akan muncul, jika biaya pendidikan golongan tidak mampu menjadi beban bagi golongan mampu. Oleh karena itu, menjadikan pendidikan dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat adalah lebih bijak.

Dampak lain dari privatisasi pendidikan adalah tidak bisa dielakkannya praktik komersialisasi pendidikan. Ilmu pengetahuan layaknya sebuah komoditas perdagangan. Hal ini seperti yang disampaikan Dirjen Dikti dalam makalahnya diatas bahwa “The distinction between knowledge and commodity has narrowed”. Pendapat ini tidak jauh dari tafsiran “jika ingin mendapatkan pendidikan yang berkualitas, maka harus rela membayar mahal”. Akibatnya, konsep ’mengamalkan’ ilmu lebih karena dorongan materi daripada untuk ’ibadah’, yaitu untuk mengembalikan modal yang telah dikeluarkan selama kuliah.

Di sisi lain, hubungan peserta didik/mahasiswa dengan guru/dosen yang diibaratkan seperti anak dan orang tua akan luntur. Hal ini karena mereka merasa telah membayar mahal dan harus mendapatkan pelayanan terbaik. Tuntutan lebih diakibatkan karena dorongan materialisme. Sebagaimana dalam dunia perdagangan, konsumen adalah raja. Tidak menutup kemungkinan, kondisi ini akan merubah norma yang selama ini kita yakini, bahwa guru adalah orang tua kedua yang juga harus kita hormati.

** author : Kustia (penulislepas.com)

Minggu, 15 Maret 2009

"Surat Untuk Mahasiswa!!"

Bukan rangkaian kata yang mereka inginkan
Bukan hanya teriakan yang mereka harapkan
Bukan pula hanya teori yang kau punya

Apakah kita mesti turun ke jalan, serasa diri paling benar!
Apakah selalu harus dengan otot, serasa jagoan kampung!
Apakah..
Apakah.. dan Apakah…
Apa harus selalu identik seperti itu!
Yang semestinya tidak, kaWan!!

Bangga akan jas almamater yg dikenakan
Bangga akan posisi kalian
Bangga… Bangga…
Bangga kalian semu,
Karena..
hanya satu tetes bagian Dari samudra kebanggaan yg ada harus kalian persembahkan??
Tapi…
Mana perbuatan yang kau lakukan ??
Apakah itu hanya bualan belaka??
Balas lah suarat ini dengan sepak terjangmu bung! Kami menuggunya……

Menelisik Faktor Penyebab Terjadinya Krisis Ekonomi Global

Terjadinya krisis keuangan ini sungguh sangat diluar dugaan banyak kalangan. Akibat krisis yang dialami negara Amerika Serikat yang notabenenya adalah negara adidaya yang menjadi acuan bagi negara- negara yang memiliki hubungan dalam sektor ekonomi secara tidak langsung juga terkena imbasnya. Adapun penyebab terjadinya krisis financial ini dapat diuraikan menjadi beberapa hal. Pertama, adalah proses securitasi sub-prime mortgage yang terjadi di Amerika. Kedua, indikator gejolak pasar keuangan global. Bahwa debitur KPR atau ktedit perumahan gagal membayar atau tidak mampu untuk memenuhi kewajibannya yang menyebabkan pada krisis kepercayaan para investor, ini berdampak pada ketatnya pasar keuangan, sedangkan pasar keuangan cash dan menyebar dengan cepat keseluruh pasar keuangan global. Kerugian kredit yang melonjak akibat insolvabilitas dan penutupan operasi beberapa perusahaan keuangan raksasa seperti Lehman Brothers, AIG, dan lainya ini menyebabkan terjadinya pengalihan risiko dan ketatnya likuiditas global. Dengan krisis yang dihadapi oleh negara maju tersebut maka mereka mengeluarkan beberapa kebijakannya diantaranya adalah menurunkan suku bunga, menambah pasokan likuiditas dalam hal ini dolar dipasar uang antar bank, menurunkan GWM atau simpanan wajib di bank sentral masing-masing negara tersebut, menaikkan limit penjaminan simpanan nasabah, dan program penyelamatan system keuangan dengan menyuntikan modal seperti yang dilakukan oleh Inggris dan juga Amerika Serikat.

Dari gejolak ekstenal yang terjadi didunia ini secara tidak langsung berdampak pada perekonomian Indonesia. Adapun dampak terjadinya krisis global bagi Indonesia dapat dilihat dari beberapa sector yang menopang berdirinya perekonomian dalam negeri, yaitu :
1. Awalnya sector Moneter mengalami keterpurukan tajam :
Di Indonesia IHSG mengalami penurunan hingga lebih dari 10% sedangkan negara lain hanya 4-6%, Pengurasan uang kas (Rp & $ ) sehingga perbankan mengalami kekeringan dana, Tingkat inflasi merangkak naik > 11%, Kurs US$ juga terus naik tajam > Rp. 12.000/$
2. Sektor Riil
Volume ekspor seperti tekstil dan produk textile serta non migas ex. Palm oil/CPO mengalami penurunan

Dengan krisis ini diperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia 2009 akan menurun dari tahun 2008 karena pada triwulan IV-2008 relatif tidak berubah, tetapi dampak krisis global sudah mulai dirasakan khususnya pada jalur perdagangan export, yang sejalan dengan melemahnya permintaan eksternal dan turunnya harga komoditas. Melemahnya eksport diperkirakan akan berdampak pada perlambatan permintaan domestic karena turunnya pendapatan masyarakat. Depresiasi rupiah yang cukup tajam juga diperkirakan akan memperlambat laju pertumbuhan impor.

Sabtu, 07 Maret 2009

IESP (Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan) ! Apa itu???



Pada saat lulusan SLTA akan berniat melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, yaitu Perguruan Tinggi mereka dihadapkan oleh pilihan-pilihan universitas, fakultas dan jurusan yang akan diminati, khususnya di Universitas Jenderal Soedirman Fakultas Ekonomi ada tiga pilihan jurusan yaitu : Akutansi, Manajemen, dan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan (IESP), Anehnya kebanyakan Lulusan SLTA atau Calon mahasiswa tidak tahu IESP dan mereka menerjemahkan Jurusan ini sesuai pemikiran meraka masing-masing yang intinya tentang berkaitan masalah ekonomi, pasti kawan-kawan dulu waktu pemilihan Fakultas dan Jurusan saat SPMB atau UM jg ada yang merasa seperti itu, (#hayo! Ngaku aja deh ntar ga’ diceritain ke kawan-kawan yang lain ko’). Hal tersebut wajar, akan tetapi yang jadi masalah seandainya sekarang kawan-kawan yang sudah resmi menjadi mahasiswa Universitas Jenderal Soedirman Fakultas Ekonomi jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan (IESP), tidak tahu IESP itu apa sangat keterlaluan, (#UupZz! Malu-maluin dunk kalo ditanyain apa itu IESP? ga’ tau)

Sebenarnya IESP bukan ilmu yang baru, akan tetapi merupakan ilmu ekonomi yang menjadi awal yang melatarbelakangi munculnya cabang-cabang ilmu ekonomi yang lain seperti Akutansi, Manajemen. Jadi ceritanya begini, awalnya di perguruan tinggi-perguruan tinggi Indonesia pada fakultas ekonomi hanya ada satu bidang penjurusan yaitu “economics” yang berarti ilmu ekonomi. Kemudian, berkembang dan bermunculan cabang-cabang ilmu ekonomi yang lain seperti Akutansi dan Manajemen sampai sekarang ini. Oleh karena itu IESP ini merupakan ilmu murni “pure science” sedangkan Akutansi dan Manajemen merupakan ilmu terapan “applicative science”. Perbedaanya kalau IESP kita dapat mengetahui, mempelajari, menganalisis berbagai permasalahan atau segala sesuatu yang terjadi didalam cakupan sektor ekonomi yang sempit “micro” yaitu : RT perusahaan, RT konsumen. Juga dalam cakupan sektor ekonomi yang luas “macro” yaitu : pertumbuhan perekonomian, inflasi, kebijakan fiskal dan moneter, masalah pengangguran, jumlah uang beredar, kurs, ekonomi internasional, perbankan, ekonmi regional/otonomi daerah dll. Sedangkan untuk Akutansi dan Manajemen yang di pelajari cakupan secara sektor mikro saja yaitu audit keuangan, laporan R/L, manajemen perusahaan, manajemen biaya dll. (#Eeemh..ternyata kalo ditelisik IESP keren Kan!!!) cakupan mikro dan makro yang ada pada IESP ini akan memberikan wawasan yang luas bagi mahasiswa IESP dan memberikan bekal ilmu dan pengetahuan yang luas pula tentang permasalahan-permasalahan perekonomian sektoral, regional, nasional, dan global bagi lulusan IESP yang akan terjun ke pasar kerja.( #nah! Sekarang uda paham secara dalam tentang IESP kan kalo ditanya bisa jawab dunk…). Dalam perguruan-perguruan tinggi Indonesia, jurusan IESP berbeda-beda namanya, ada yang menamakan “Ilmu Ekonomi” untuk UI dan UGM, “Ekonomi Pembangunan ” untuk UNS, “Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan ” untuk UNSOED, UNDIP, dan ada juga perguruan tinggi yang lain menyebutkan “Ekonomi Studi Pembangunan ” untuk UNPAD. dll. (baru tau kan kalo IESP di Univesitas laen punya nama beda-beda….).

Jadi kawan-kawan semua yang sudah duduk di bangku mahasiswa IESP harus bangga, dan semangat menjalaninya, kawan-kawan harus ingat kata bang Udien “ Masa Depan Tak Usah kita resah kan! Apabila dari sekarang sudah kita persiapkan” maka jangan minder kalau IESP itu tidak ada yang mengenal dan parahnya mengklaim bahwa IESP merupakan sisa penjurusan yang mempunyai ruang kecil dalam prospek terjun ke pasar kerja, semua itu bohong besar kawan!, Pada intinya artikel ini dimaksudkan agar kita harus mengenal lebih dalam jurusan IESP yang sedang kita jalani sekarang sebelum nantinya banyak argument-argument yang tidak betanggung jawab, seperti pepatah “tak kenal maka tak sayang” dalam artian mengenal dan memahami sesuatu secara mendalam dengan baik menjadi syarat yang tidak bisa ditawar-tawar sebagai pondasi awal yang kokoh sebelum melakukan proses berikutnya. Sebuah teriakan bagi kita semua..BARAVO IESP FE UNSOED!!!!!!!!

Oleh: Burhanudin (Bang Udien)*
*Penulis adalah ketua umum Himpunan Mahasiswa Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan (HIMESBANG periode 09)

Artikel ini berdasarkan Talk show “Menggapai Harapan Dengan Optimisme” yang disampaikan pada acara PIAMI 18-19 oktober 2008 pembicara/pemakalah adalah Agus Arifin, S.E., M.Sc. Dosen tetap Fakultas Ekonomi Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto.

Rabu, 25 Februari 2009

Peranan Bank Syariah Terhadap Sektor Perekonomian


Akhir – akhir ini kita bisa lihat dunia perbankan negara kita, perbankan yang berlandaskan syariah muncul sebagai dinamika perkembangan bank konvensional. Dinegara kita hadir sebagai gebrakan awal yaitu Bank Muamalat Indonesia bank yang berlandaskan syariah, memang dinegara kita bank syariah masih lemah tentang landasan hukumnya hal tersebut jelas jelas terpapar dalam Undang – Undang Nomer 7 tahun 1992, akan tetapi hal tersebut bukan sebagai halangan perkembangan bank syariah namun hal tersebut tetap merupakan tonggak penting dagi keberadaan bank syariah di negara kita indonesia.
Undang – Undang Nomer 7 tahun 1992 akhirnya tergerus akan kemajuan bank syariah yang semakin pesat, oleh karena itu pemerintah merevisi hingga menjadi Undang – Undang Nomer 10 tahun 1998, disitu menceritakan kedudukan bank syariah di indonesia secara hukum mulai menjadi kuat. Bahkan bukan hanya itu saja, yaitu dimana disitu tertulis bahwa bank konvensional diperbolehkan membuka unit yang berbasis syariah. Sejak saat itu mulailah bermunculan bank konvensional yang membuka unit – unit bank syariah. Harus kita akui pertumbuhan bank syariah dinegara kita merupakan fenomena yang sangat menarik. Bayangkan jumlah penduduk dinegara kita yang kini telah mencapai 200 juta jiwa sungguh merupakan peluang pasar yang sangat potensial menggiurkan dari posisi profitabilitasnya. Dari sisi lain kita bisa melihat tingginya profitabilitas bisnis bank syariah juga tercemin dari banyaknya pelaku perbankan dunia yang ikut andil dalam membuka unit bank yang berlandaskan syariah dengan meneriama untung yang tidak sedikit. Diantaranya Citibank, ABN Amro, dan HSBC contoh bank yang sukses merambah bisnis bank syariah di Timur Tenggah dan Malaysia.
Bila kita meliaht kebelakang pada tahun 1997 terjadi krisis yang melanda negara – negara asia dan dimana negara kita termasuk didalamnya. Peristiwa ini sekaligus membuktikan tentang betapa besar efek ngatif yang ditimbulkan oleh sistem bunga yang diterapakan pada bank konvensional terhadap inflasi, investasi, produksi, pengangguran dan kemiskinan hingga memporak – porandakan hampir semua aspek sendi kehidupan ekonomi dan sosial politik negara kita. Seperti diketahui pada bank syariah, sistem yang digunakan adalah bagi hasil pada akhir tahun ( bukan sistem bunga yang dilakukan pada bank konvensioanal ). Dan return yang diberikan nasabah pemilik dana pun ternyata lebih tinggi dari pada bunga deposito yang diberikan oleh bank konvensional, itulah alasan yang menjadikan bank syariah tetap kokoh dan tidak terpengaruh oleh krisis yang terjadi.
Sementara itu data dari Bank Indonesia (BI), menyebutkan total pembiayaan perbankan syariah per April 2007 sebesar Rp. 21,35 triliun, mengalami pertumbuhan 29 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang senilai Rp. 16,59 triliun. Adapun dana pihak ketiga mencapai Rp. 22 triliun, tumbuh sekitar 42 persen bila dibandingkan pada tahun 2007. ini tentu saja sebagai gambaran bahwa bank syariah sangat mempengaruhi dan meningkatkan pembangunan sektor riil guna menyerap tenaga kerja,

bank syariah memang mempunyai banyak keunggulan, karena tidak hanya bersandarkan pada syariah saja sehingga transaksi dan aktivitasnya menjadi halal tetapi sifatnya yang terbuka hingga tidak mengkhususkan diri bagi nasabah muslim saja tetapi juga bagi no muslim. Ini membuktikan bank syariah membuka peluang yang sama terhadap semua nasabah tidak membedakan nasabah. Tetapi perbankan syariah masih mempunyai banyak kendala, diantaranya masih banyak masyarakat yang masih takut untuk menabung diperbankan syariah. Itu karena minimnya pemahaman uamat soal prinsip – prinsip dari sistem ekonomi islam di dunia perbankan. Ini merupakan tantangan yang harus diselesaikan bagi kita mat islam yang mengerti akan hal ini.

Senin, 23 Februari 2009

HIMESBANG Sebagai Mitra Mahasiswa, Kampus, Masyarakat, dan Pemerintah ( Bangsa )


Himpunan Mahasiswa Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan (HIMESBANG) sebagai satu-satunya lembaga formal di jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan. Kegiatan yang perlu dan harus dilakukan oleh HIMESBANG ialah menampung dan menyalurkan aspirasi mahasiswa IESP reguler dan internasional, merencanakan, mengkoordinasikan, dan melaksanakan kegiatan kemahasiswaan yang bersifat penalaran dan keilmuan serta memberikan usul dan saran kepada pihak Jurusan IESP dalam rangka mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. (Pembukaan AD/ART HIMESBANG).
Itulah prakata yang tertulis secara jelas di AD/ART HIMESBANG jadi HIMESBANG merupakan Organinisasi yang formal ditingkat jurusan yang mengemban amanah untuk menciptakan masyarakat akademik yang cakap ilmu dan juga menjadi agen dari perubahan sosial (agent of social change), Fungsi advokasi dan kontrol dalam proses pendidikan di kampus bejalan lancar khususnya di jurusan IESP. Dalam keberlangsungan menjalankan fungsi tersebut memang bukan hal yang mudah, semudah untuk membalikan telapak tangan dibutuh rasa loyalitas besar antara Objek (anggota) dan subyek (pelaku/pengurus) keduanya harus saling berkesinambungan sehingga terjadi Feedback yaitu timbal balik antara Pengurus dan anggota sehingga rasa memiliki (senses 0f belonging) terhadap HIMESBNG akan tumbuh dengan sendirinya. Bila dari dalam sudah terbentuk, HIMESBANG dalam sepakterjangnya akan tercipta iklim kultur keorganisasian yang mantap dan mempunyai kontribusi yang lebih, baik untuk kampus secara khusus dan masyarakat secara umum. Dalam keberlangsungan Perguruan Tinggi pemanfaatan proses keorganisasian, hal ini diharapkan bisa meningkatkan kepekaan mahasiswa terhadap lingkungan sekitar dan mampu berfikir secara kritis adalah tidak terlepas dari karakter khas dan fungsi Perguruan Tinggi itu sendiri yaitu membentuk insan akademik intelektualis yang dapat mempertanggungjawabkan kualitas keilmuannya dan membentuk insan akademis yang mengabdi terhadap masyarakat. Kita bisa menyimpulkan ada dua manfaat yang mendasar dari proses keorganisasian, pertama untuk meningkatkan kepekaan kualitas intelektual mahasiswa, dan kedua untuk meningkatkan kepekaan mahasiswa terhadap masyarakat (lingkungannya). Semua itu secara tidak langsung ada kaitan korelasi dalam merealisasikan Tri Darma Perguruan Tinggi
HIMESBANG dalam pelaksanaan proses keorganisasian memiliki pondasi pokok dalam berkontribusi yaitu mahasiswa, kampus, masyarakat, dan bangsa ( kepemerintahan). Jadi peranan HIMESBANG sebagai mitra dan wadah proses belajar merupakan tuduhan yang tepat karena sesungguhnya proses belajar harus diartikan secara luas di mana dalam proses belajar jangan hanya sebatas dinding-dinding kampus saja akan tetapi juga untuk mempelajari persoalan-persoalan yang ada di luar dinding-dinding kampus (masalah nyata dalam masyarakat) sebagai wadah akan semua itu HIMESBANG melakukan dengan pengaplikasian kepanitiaan yang merupakan salah satu contoh proses keorganisasian. Dengan adanya proses belajar yang berimplikasi sosial ini dilihat dari pengembangan intelektual adalah sangat menguntungkan. Hal ini dikarenakan ramuan ilmu yang dikonsumsi oleh mahasiswa sebagian dan hampir keseluruhan mengadopsi dari negara luar yang kondisinya lain dengan apa yang ada dalam masyarakat Indonesia. Sebagai konsekuensinya apabila konsep - konsep serta teori yang datang dari luar tersebut mau digunakan untuk memecahkan masalah – masalah kemasyarakatan Indonesia maka memerlukan modifikasi dan penyesuaian seperlunya. Dengan demikian mahasiswa dalam pengembangan intelektualnya tidak bisa berpaling dari masalah kemasyarakatan. Dan apabila keterlibatan mahasiswa dalam memahami masalah kemasyarakatan tidak dikembangkan maka ilmu-ilmu yang diterima di bangku kuliah akan menjadi pisau analisa yang tumpul.

Bukan hanya sebagai wadah proses belajar saja, sebagai langkah awal dari cara mempelajari persoalan-persoalan yang ada di lingkungan mahasiswa, kampus dan masyarakat, dan bangsa (kepemerintahan). maka untuk lebih meningkatkan kepekaan mahasiswa dalam memperluas cakrawalan pemikiran dan penalaran, menumbuhkan sikap dinamis, kritis, terbuka dan mempunyai kemampuan untuk memilih alternatif terbaik diperlukan terciptanya suasana berkomunikasi yang efektif, suasana berkomunikasi yang baik adalah adanya peluang mahasiswa untuk berpendapat, bertanya, berhak untuk melontarkan gagasan ilmiah secara obyektif semua itu bisa terealisasi secara efektif hanya dalam pergaulan keorganisasian karena komunikasi yang dilakukan didalam kelas masih terasa kaku berbeda dengan kondisi keorganisasian para mahasiswa lebih terpacu menggali dan berani untuk berpendapat, Dalam rangka terwujudnya suasana berkomunikasi ini, maka perlu adanya hubungan kerjasama antara mahasiswa dengan komponen-komponen di lingkungan Perguruan Tinggi, masyarakat, dan pemerintah untuk mengadakan kegiatan-kegiatan ilmiah seperti seminar, diskusi, dan sebagainya.
Jadi kita bisa menyimpulkan bahwa Proses keorganisasian yang dimana HIMESBANG harus kita bangun bersama untuk menciptakan iklim keorganisasian yang matang dari segi sistem dan teknisnya sehingga bisa memaksimalkan fungsinya seperti diungkap diatas dalam berkontribusi kepada mahasiswa, kampus, masyarakat, dan pemerintah (bangsa).

* Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan (HIMESBANG) Fakultas Ekonomi Universitas Jenderal Soedirman.

”UPAYA MENINGKATKAN PERAN MAHASISWA DALAM TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI MELALUI KEORGANISASIAN (HIMA/UKM)”

Perguruan Tinggi merupakan lembaga pendidikan formal yang mengemban amanah untuk menciptakan masyarakat akademik yang cakap ilmu dan juga menjadi agen dari perubahan sosial (agent of social change), perguruan tinggi yang merupakan jenjang pendidikan yang terakhir ini mempunyai tiga misi yang tertanam yaitu pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat atau lebih dikenal dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi, akan tetapi dalam merealisasikan misi tersebut bukanlah hal yang mudah semudah membalikan telapak tangan.
Oleh karena itu kita sebagai agen of change mempunyai amanah yang mutlak dalam merealisasikan tri dharma Perguruan Tinggi, Untuk mewujudkan peran Perguruan Tinggi seperti yang diungkapkan di muka maka dalam proses belajar mengajar di Perguruan Tinggi perlu diciptakan iklim kultur keorganisasian (UKM/HIMA) yang mantap dan mempunyai kontribusi yang lebih, baik untuk kampus secara khusus dan masyarakat secara umum. Dalam keberlangsungan Perguruan Tinggi pemanfaatan proses keorganisasian, hal ini diharapkan bisa meningkatkan kepekaan mahasiswa terhadap lingkungan sekitar dan mampu berfikir secara kritis adalah tidak terlepas dari karakter khas dan fungsi Perguruan Tinggi itu sendiri yaitu membentuk insan akademik intelektualis yang dapat mempertanggungjawabkan kualitas keilmuannya dan membentuk insan akademis yang mengabdi terhadap masyarakat. Kita bisa menyimpulkan ada dua manfaat yang mendasar dari proses keorganisasian, pertama untuk meningkatkan kepekaan kualitas intelektual mahasiswa, dan kedua untuk meningkatkan kepekaan mahasiswa terhadap masyarakat (lingkungannya). Semua itu secara tidak langsung ada kaitan korelasi dalam merealisasikan Tri Darma Perguruan Tinggi, Dalam pelaksanaan proses keorganisasian ada 2 point yang mendukung yaitu adanya kebebasan belajar (freedom to learn) dan kebebasan berkomunikasi (freedom to communication). Kedua kebebasan ini merupakan sisi dari proses keorganisasian dan merupakan upaya yang tepat dalam meningkatkan kepekaan mahasiswa.
Point yang pertama adalah kebebasan belajar (freedom to learn) harus di artikan secara luas, di mana dalam proses belajar jangan hanya sebatas dinding-dinding kampus saja akan tetapi juga kebebasan untuk mempelajari persoalan-persoalan yang ada di luar dinding-dinding kampus (masalah riil dalam masyarakat) sebagai wadah akan semua itu bisa dilakukan dengan pengaplikasian kepanitiaan yang merupakan salah satu contoh proses keorganisasian. Dengan adanya kebebasan belajar yang berimplikasi sosial ini dilihat dari pengembangan intelektual adalah sangat menguntungkan. Hal ini dikarenakan ramuan ilmu yang dikonsumsi oleh mahasiswa sebagian dari dunia luar yang kondisinya lain dengan apa yang ada dalam masyarakat Indonesia. Sebagai konsekuensinya apabila konsep-konsep serta teori yang datang dari luar tersebut mau digunakan untuk memecahkan problem-problem kemasyarakatan Indonesia maka memerlukan modifikasi dan penyesuaian seperlunya. Dengan demikian mahasiswa dalam pengembangan intelektualnya tidak bisa berpaling dari masalah kemasyarakatan. Dan apabila keterlibatan mahasiswa dalam memahami masalah kemasyarakatan tidak dikembangkan maka ilmu-ilmu yang diterima di bangku kuliah akan menjadi pisau analisa yang tumpul.
Setelah adanya kebebasan belajar (freedom to learn) sebagai langkah awal dari cara mempelajari persoalan-persoalan yang ada di lingkungan kampus dan masyarakat, maka untuk lebih meningkatkan kepekaan mahasiswa dalam memperluas cakrawalan pemikiran dan penalaran, menumbuhkan sikap dinamis, kritis, terbuka dan mempunyai kemampuan untuk memilih alternatif terbaik diperlukan terciptanya cultur kebebasan berkomunikasi (freedom to communication). Kebebasan berkomunikasi yang baik adalah adanya peluang mahasiswa untuk berpendapat, bertanya, berhak untuk melontarkan gagasan ilmiah secara obyektif semua itu bisa terealisasi secara efektif hanya dalam pergaulan keorganisasian karena komunikasi yang dilakukan didalam kelas masih terasa kaku berbeda dengan kondisi keorganisasian para mahasiswa lebih terpacu menggali dan berani untuk berpendapat, Dalam rangka terwujudnya kebebasan berkomunikasi ini, maka perlu adanya hubungan kerjasama antara mahasiswa dengan komponen-komponen di lingkungan Perguruan Tinggi untuk mengadakan kegiatan-kegiatan ilmiah seperti seminar, diskusi, dan sebagainya. Sebab menciptakan kultur keorganisasian yang mantap adalah merupakan tanggung jawab seluruh civitas akademika Perguruan Tinggi.
Barangkali dengan pengertian freedom to learn dan freedom to communication tersebut kegiatan berorganisasi benar-benar dapat bermanfaat dalam meningkatkan kepekaan mahasiswa untuk mewujudkan peran Tri Dharma Perguruan Tinggi.